Di dunia, wahai para pemimpin engkau tersenyum-simpul. Seakan tak
merasakan kepedihan-kepedihan yang dialami oleh orang-orang di
sekelilingmu. Tangisan-tangisan yang menyayat, tak juga menyebabkan
dirimu tergugah. Ratusan orang yang mati, karena musibah, masih juga
tak menyebabkan takut. Tak juga mengetuk hatimu. Hatimu menjadi keras.
Tak tersentuh kenyataan-kenyataan begitu pedih yang ada di sekitarmu.
Dan, mereka masih terus tertawa, tanpa henti, karena memang mereka
tak lagi memiliki hati. Mereka masih terus mengumbar janji-janji.
Betapa, mereka nanti dihadapan Allah Azza Wa Jalla, pasti akan
mendapatkan ‘jaza’ (balasan), dan bagaimana semua dapat mereka
pertanggungjawabkan, ketika mereka sudah berkhianat dan tidak lagi
dapat menjalankan amanah.
Ketahuilah, apa yang dilakukan generasi salaf, dan salah satu
diantaranya adalah Umar Ibn Khattab, penguasa (Khalifah), yang
kekuasaannya meliputi jazirah yang amat luas dan begitu disegani oleh
lawan-lawannya.
Namun, kekuasaannya tiada mempunyai arti apa-apa dibandingkan dengan
rasa takutnya kepada Allah Azza Wa Jalla. Umar yang lebih
mengutakamakan keselamatan rakyatnya, hingga hatinya menjadi terguncang
hebat, ketika ada seorang rakyatnya menderita akibat tertimpa gempa.
Umar mendengar rintihan orang yang sakit, keluhan orang yang kehilangan
haknya dan mengatakan kepadanya :
“Takutlah anda kepada Allah, hai Umar!” Nah, pernahkah anda mendengar peristiwa seperti itu …? Di mana .. , dan bilamana .. ?
Lalu, beberapa orang mengejar laki-laki itu dengan murka, tetapi
Umar memanggil mereka agar kembali ke tempat semula. Di mana Umar duduk
di dalam sebuah majelis, ketika seseorang masuk, dan menghampirinya
seraya mengutarakan perasaannya, yang sangat tidak suka atas musibah
yang dialaminya bersama keluarganya, akibat gempa.
Orang itu, yang menyeruak masuk ke dalam majelis sambil menyemburkan
kata-katanya : “Oh, Andakah Umar? Bencana dari Allah akan menimpamu,
hai Umar!”. Tapi, setelah mengucapkan itu, laki-laki itu, pergi
meninggalkan Umar. Orang yang pergi meninggalkan Umar itu, tersusul,
dan oleh Umar disuruh duduk kembali. Lalu, orang yag mengatakan :
“Bencana dari Allah akan menimpamu Umar!” itu ditanyai oleh Umar.
“Katamu hai kawan, saya akan beroleh bencana dari Allah … , kenapa?”
tanya Umar. “Ya”, ujar laki-laki itu, “Karena para pejabat dan pembesar
Anda tidak menegakkan keadilan, malahan berbuat keaniayaan”.
“Pejabat-pejabat saya yang mana yang Anda maksudkan?” tanya Umar.
“Pejabat Anda yang berada di Mesir, yang bernama ‘Iyadh bin Ghanam”,
ujar laki-laki itu. Tak lama setelah mendengarka pengaduan laki-laki
itu, dipilihlah oleh Umar dua orang diantara para sahabatnya itu,
kemudian Umar berpesan,” Berangkatlah tuan-tuan ke Mesir, dan segera
bawa kemari ‘Iyadh bin Ghanam.” Dan, 'Iyad bin Ghanam oleh Umar dipecat
sebagai gubernur, hanya kalalaiannya, tidak memperhatikan rakyatnya
yang terkena musibah.
Laki-laki yang tubuhnya tinggi besar, dan memiliki keberanian yang
luar biasa, tiba-tiba menjadi gemetar, lunglai dan tak dapat tegak
berdiri ketika mendengar, “Tidakkah Anda takut kepada Allah, wahai
Umar?”
Saat Umar menghadapi sakaratul maut, dia berkata kepada puteranya
Abdullah, “Hai Abdullah, pindahkanlah kepalaku dari bantal ini,
letakkanlah diatas tanah, semoga Allah menaruh belas kasihan padaku,”
ucap Umar. Tak ada bencana yang lebih ditakuti oleh Umar, kecuali yang
dikhawatirkan akan menimpa peruntungannya, selain bencana terkucil atau
tejauhkan dari ridha Ilahi, dan menyimpang dari Rasul-Nya.
Umar mencatat hari kelahirannya yang baru, ketika ia mengucapkan dua
kalimah syahadat di depan Rasulullah Shallahu alaihi wa salam, “Saya
bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan saya bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah”.
Ia khawatir saat ucapan-ucapannya yang telah lalu itu, yang keluar
dari mulutnya itu menyimpang dari garis kebenaran. Ia begitu
mengkhawatirkan perbuatan-perbuatannya tergelincir dari jalan yang
seharusnya dilalui,yaitu al-haq. Umar, begitu cemas, jika kehidupannya
ternoda oleh dosa-dosa kehidupan, yang tak terampuni oleh Rabbnya.
Maka, Umar hidupnya selalu penuh dengan kegelisahan, yang menghasilkan
kemantapan jiwanya.
Begitupun matanya, yang tak hendak terpejam, dan selalu diisinya
dengan berpikir dan berkarya. Makannya sedikit, tak pernah kenyang
perut dengan makanan, dan tak hendak makan makanan yang lezat. Makan
hanya sekadar menunjang hidup. Ia jarang tidur,hingga boleh dikatakan
ia selalu terjaga. Ungkapannya,
“JIka saya tidur malam, berarti saya menyia-nyiakan diri saya. Dan,
jika saya tidur siang, berarti saya mengabaikan rakyat jelata,” ujar
Umar.
Semua rasa malu, semua kecemasan dan ketakutan, semua kemauan baik
dan cita-cita mulia, sebabnya tiada lain, hanyalah karena Umar bingung
dan tiadk tahu apa yang akan dikatakannya kepada Rabbnya nanti di
akhirat… Subhanallah.
Bagaimana seorang pemimpin yang rakyatnya ratusan, mungkin
ribuan,meninggal terkena musibah, tapi masih tersenyum-simpul, dan
tidur nyenyak sambil bermimpi tentang kekuasaan? Bagaimana mereka di
hadapan Allah Rabbul Aziz nanti? Wallahu ‘alam.
merasakan kepedihan-kepedihan yang dialami oleh orang-orang di
sekelilingmu. Tangisan-tangisan yang menyayat, tak juga menyebabkan
dirimu tergugah. Ratusan orang yang mati, karena musibah, masih juga
tak menyebabkan takut. Tak juga mengetuk hatimu. Hatimu menjadi keras.
Tak tersentuh kenyataan-kenyataan begitu pedih yang ada di sekitarmu.
Dan, mereka masih terus tertawa, tanpa henti, karena memang mereka
tak lagi memiliki hati. Mereka masih terus mengumbar janji-janji.
Betapa, mereka nanti dihadapan Allah Azza Wa Jalla, pasti akan
mendapatkan ‘jaza’ (balasan), dan bagaimana semua dapat mereka
pertanggungjawabkan, ketika mereka sudah berkhianat dan tidak lagi
dapat menjalankan amanah.
Ketahuilah, apa yang dilakukan generasi salaf, dan salah satu
diantaranya adalah Umar Ibn Khattab, penguasa (Khalifah), yang
kekuasaannya meliputi jazirah yang amat luas dan begitu disegani oleh
lawan-lawannya.
Namun, kekuasaannya tiada mempunyai arti apa-apa dibandingkan dengan
rasa takutnya kepada Allah Azza Wa Jalla. Umar yang lebih
mengutakamakan keselamatan rakyatnya, hingga hatinya menjadi terguncang
hebat, ketika ada seorang rakyatnya menderita akibat tertimpa gempa.
Umar mendengar rintihan orang yang sakit, keluhan orang yang kehilangan
haknya dan mengatakan kepadanya :
“Takutlah anda kepada Allah, hai Umar!” Nah, pernahkah anda mendengar peristiwa seperti itu …? Di mana .. , dan bilamana .. ?
Lalu, beberapa orang mengejar laki-laki itu dengan murka, tetapi
Umar memanggil mereka agar kembali ke tempat semula. Di mana Umar duduk
di dalam sebuah majelis, ketika seseorang masuk, dan menghampirinya
seraya mengutarakan perasaannya, yang sangat tidak suka atas musibah
yang dialaminya bersama keluarganya, akibat gempa.
Orang itu, yang menyeruak masuk ke dalam majelis sambil menyemburkan
kata-katanya : “Oh, Andakah Umar? Bencana dari Allah akan menimpamu,
hai Umar!”. Tapi, setelah mengucapkan itu, laki-laki itu, pergi
meninggalkan Umar. Orang yang pergi meninggalkan Umar itu, tersusul,
dan oleh Umar disuruh duduk kembali. Lalu, orang yag mengatakan :
“Bencana dari Allah akan menimpamu Umar!” itu ditanyai oleh Umar.
“Katamu hai kawan, saya akan beroleh bencana dari Allah … , kenapa?”
tanya Umar. “Ya”, ujar laki-laki itu, “Karena para pejabat dan pembesar
Anda tidak menegakkan keadilan, malahan berbuat keaniayaan”.
“Pejabat-pejabat saya yang mana yang Anda maksudkan?” tanya Umar.
“Pejabat Anda yang berada di Mesir, yang bernama ‘Iyadh bin Ghanam”,
ujar laki-laki itu. Tak lama setelah mendengarka pengaduan laki-laki
itu, dipilihlah oleh Umar dua orang diantara para sahabatnya itu,
kemudian Umar berpesan,” Berangkatlah tuan-tuan ke Mesir, dan segera
bawa kemari ‘Iyadh bin Ghanam.” Dan, 'Iyad bin Ghanam oleh Umar dipecat
sebagai gubernur, hanya kalalaiannya, tidak memperhatikan rakyatnya
yang terkena musibah.
Laki-laki yang tubuhnya tinggi besar, dan memiliki keberanian yang
luar biasa, tiba-tiba menjadi gemetar, lunglai dan tak dapat tegak
berdiri ketika mendengar, “Tidakkah Anda takut kepada Allah, wahai
Umar?”
Saat Umar menghadapi sakaratul maut, dia berkata kepada puteranya
Abdullah, “Hai Abdullah, pindahkanlah kepalaku dari bantal ini,
letakkanlah diatas tanah, semoga Allah menaruh belas kasihan padaku,”
ucap Umar. Tak ada bencana yang lebih ditakuti oleh Umar, kecuali yang
dikhawatirkan akan menimpa peruntungannya, selain bencana terkucil atau
tejauhkan dari ridha Ilahi, dan menyimpang dari Rasul-Nya.
Umar mencatat hari kelahirannya yang baru, ketika ia mengucapkan dua
kalimah syahadat di depan Rasulullah Shallahu alaihi wa salam, “Saya
bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan saya bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah”.
Ia khawatir saat ucapan-ucapannya yang telah lalu itu, yang keluar
dari mulutnya itu menyimpang dari garis kebenaran. Ia begitu
mengkhawatirkan perbuatan-perbuatannya tergelincir dari jalan yang
seharusnya dilalui,yaitu al-haq. Umar, begitu cemas, jika kehidupannya
ternoda oleh dosa-dosa kehidupan, yang tak terampuni oleh Rabbnya.
Maka, Umar hidupnya selalu penuh dengan kegelisahan, yang menghasilkan
kemantapan jiwanya.
Begitupun matanya, yang tak hendak terpejam, dan selalu diisinya
dengan berpikir dan berkarya. Makannya sedikit, tak pernah kenyang
perut dengan makanan, dan tak hendak makan makanan yang lezat. Makan
hanya sekadar menunjang hidup. Ia jarang tidur,hingga boleh dikatakan
ia selalu terjaga. Ungkapannya,
“JIka saya tidur malam, berarti saya menyia-nyiakan diri saya. Dan,
jika saya tidur siang, berarti saya mengabaikan rakyat jelata,” ujar
Umar.
Semua rasa malu, semua kecemasan dan ketakutan, semua kemauan baik
dan cita-cita mulia, sebabnya tiada lain, hanyalah karena Umar bingung
dan tiadk tahu apa yang akan dikatakannya kepada Rabbnya nanti di
akhirat… Subhanallah.
Bagaimana seorang pemimpin yang rakyatnya ratusan, mungkin
ribuan,meninggal terkena musibah, tapi masih tersenyum-simpul, dan
tidur nyenyak sambil bermimpi tentang kekuasaan? Bagaimana mereka di
hadapan Allah Rabbul Aziz nanti? Wallahu ‘alam.
Mon Oct 24, 2011 5:09 am by raden galuh agung permana
» update forum 2
Wed Sep 14, 2011 10:00 am by Admin
» Resep Kue Pernikahan
Sat Jun 04, 2011 12:42 pm by aisyah salimah
» Hidup Tak Kenal Kompromi
Sat Jun 04, 2011 11:54 am by aisyah salimah
» Rumah Dunia VS Akhirat
Sun May 22, 2011 11:59 pm by aisyah salimah
» Selamat Jalan Ibunda Tercinta
Sat May 21, 2011 3:48 pm by aisyah salimah
» Cara Youtube tanpa buffer tanpa software
Tue May 10, 2011 8:16 pm by kholis
» tok tok tok...!
Mon May 09, 2011 7:43 pm by santii
» catatan da'wah
Sat May 07, 2011 10:08 pm by nadiachya