Forumnya LDK FARIS UG

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Bersama Anda Membangun Islam

Login

Lupa password?

Like/Tweet/+1

Latest topics

» Newbie!!... silahkan perkenalkan dirinya disini... ^^
Yahudi bukan Israel EmptyMon Oct 24, 2011 5:09 am by raden galuh agung permana

» update forum 2
Yahudi bukan Israel EmptyWed Sep 14, 2011 10:00 am by Admin

» Resep Kue Pernikahan
Yahudi bukan Israel EmptySat Jun 04, 2011 12:42 pm by aisyah salimah

» Hidup Tak Kenal Kompromi
Yahudi bukan Israel EmptySat Jun 04, 2011 11:54 am by aisyah salimah

» Rumah Dunia VS Akhirat
Yahudi bukan Israel EmptySun May 22, 2011 11:59 pm by aisyah salimah

» Selamat Jalan Ibunda Tercinta
Yahudi bukan Israel EmptySat May 21, 2011 3:48 pm by aisyah salimah

» Cara Youtube tanpa buffer tanpa software
Yahudi bukan Israel EmptyTue May 10, 2011 8:16 pm by kholis

» tok tok tok...!
Yahudi bukan Israel EmptyMon May 09, 2011 7:43 pm by santii

» catatan da'wah
Yahudi bukan Israel EmptySat May 07, 2011 10:08 pm by nadiachya

Gallery


Yahudi bukan Israel Empty

Top posting users this month

No user

Top posting users this week

No user

    Yahudi bukan Israel

    santii
    santii
    Senior Member
    Senior Member


    Jumlah posting : 221
    HP : 356
    Reputation : 7
    Registration date : 04.05.09
    Age : 33
    Lokasijalan bango 3 pondok labu, cilandak, jakarta selatan

    Yahudi bukan Israel Empty Yahudi bukan Israel

    Post by santii Sat Jun 05, 2010 9:03 am

    YAHUDI BUKAN ISRAEL

    Sungguh
    sangat memprihatinkan, banyak di antara kaum muslimin sering tidak sadar dan lepas kontrol ketika berbicara. Tidak hanya terjadi pada orang awam, bisa kita katakan juga terjadi pada sebagian besar pelajar atau bahkan mereka yang merasa memiliki banyak tsaqafah islamiyah. Barangkali mereka lupa atau mungkin tidak tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

    وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ
    يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَن

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
    sallam bersabda: “Sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan murka Allah, diucapkan tanpa kontrol akan tetapi menjerumuskan dia ke neraka.”
    (HR. Al Bukhari 6478)

    Al Hafidz Ibn Hajar berkata dalam Fathul Bari ketika menjelaskan hadis ini, yang dimaksud diucapkan tanpa kontrol adalah tidak direnungkan bahayanya, tidak dipikirkan akibatnya, dan tidak
    diperkirakan dampak yang ditimbulkan. Hal ini semisal dengan firman Allah ketika menyebutkan tentang tuduhan terhadap Aisyah:

    وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْد اللَّه عَظِيم
    “Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi
    Allah.”
    (QS. An-Nur: 15)
    Oleh karena itu, pada artikel ini -dengan memohon pertolongan kepada
    Allah- penulis ingin mengingatkan satu hal terkait dengan ayat dan hadis
    di atas, yaitu sebuah ungkapan penamaan yang begitu mendarah daging di
    kalangan kaum muslimin, sekali lagi tidak hanya terjadi pada orang awam namun juga terjadi pada mereka yang mengaku paham terhadap tsaqafah islamiyah. Ungkapan yang kami maksud adalah penamaan YAHUDI dengan ISRAEL.


    Tulisan ini banyak kami turunkan dari sebuah
    risalah yang ditulis oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafidzhahullah yang berjudul “Penamaan Negeri Yahudi yang Terkutuk dengan Israel”.

    Tidak diragukan bahkan seolah telah menjadi kesepakatan dunia
    termasuk kaum muslimin bahwa negeri yahudi terlaknat yang menjajah Palestina bernama Israel. Bahkan mereka yang mengaku sangat membenci yahudi -sampai melakukan boikot produk-produk yang diduga menyumbangkan dana bagi yahudi- turut menamakan yahudi dengan israel. Akan tetapi sangat disayangkan tidak ada seorang pun yang mengingatkan bahaya besar penamaan ini.

    Perlu diketahui dan dicamkan dalam benak hati setiap muslim bahwa ISRAIL adalah nama lain dari seorang Nabi yang mulia, keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yaitu Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Allah ta’ala berfirman:


    كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ
    إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ

    “Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan
    yang diharamkan oleh Israil untuk dirinya sendiri sebelum Taurat
    diturunkan..”
    (QS. Ali Imran: 93)



    Israil yang pada ayat di atas adalah nama lain dari Nabi Ya’qub ‘alaihis

    salam
    . Dan nama ini diakui sendiri oleh orang-orang yahudi, sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu:“Sekelompok orang yahudi mendatangi Nabi untuk menanyakan empat hal yang hanya diketahui oleh seorang nabi. Pada salah satu jawabannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Apakah kalian mengakui bahwa Israil adalah Ya’qub?” Mereka menjawab: “Ya, betul.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ya Allah, saksikanlah.”
    (HR. Daud At-Thayalisy 2846)

    Kata “Israil” merupakan susunan dua kata israa dan iil yang dalam bahasa arab artinya shafwatullah (kekasih Allah). Ada juga yang mengatakan israa dalam bahasa arab artinya ‘abdun (hamba), sedangkan iil artinya Allah, sehingga Israil dalam bahasa arab artinya ‘Abdullah (hamba Allah). (lihat Tafsir At Thabari dan Al Kasyaf ketika menjelaskan tafsir surat Al Baqarah ayat 40)

    Telah diketahui bersama bahwa Nabi Ya’qub adalah seorang nabi yang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah ta’ala. Allah banyak memujinya di berbagai ayat al Qur’an. Jika kita mengetahui hal ini, maka dengan alasan apa nama Israil yang mulia disematkan kepada orang-orang yahudi terlaknat. Terlebih lagi ketika umat islam menggunakan nama ini dalam konteks kalimat yang negatif, diucapkan dengan disertai perasaan kebencian yang memuncak; Biadab Israil… Israil bangsat… Keparat Israil… Atau dimuat di majalah-majalah dan media massa yang dinisbahkan pada islam, bahkan dijadikan sebagai Head Line News; Israil membantai kaum muslimin… Agresi militer Israil ke Palestina… Israil
    penjajah dunia…. Dan seterusnya…
    namun sekali lagi, yang sangat
    fatal adalah ketika hal ini diucapkan tidak ada pengingkaran atau bahkan tidak merasa bersalah.

    Mungkin perlu kita renungkan, pernahkah orang yang mengucapkan kalimat-kalimat di atas merasa bahwa dirinya telah menghina Nabi Ya’qub ‘alaihis salam? pernahkah orang-orang yang menulis kalimat ini di majalah-majalah yang berlabel islam dan mengajak kaum muslimin untuk mengobarkan jihad, merasa bahwa dirinya telah membuat tuduhan dusta kepada Nabi Ya’qub ‘alaihis salam? mengapa mereka tidak
    membayangkan bahwasanya bisa jadi ungkapan-ungkapan salah kaprah ini akan mendatangkan murka Allah – wal ‘iyaadzu billaah – karena isinya adalah pelecehan dan tuduhan bohong kepada Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Mengapa tidak disadari bahwa Nabi Ya’qub ‘alaihis salam tidak ikut serta dalam perbuatan orang-orang yahudi dan bahkan beliau berlepas diri dari perbuatan mereka yang keparat. Pernahkah mereka berfikir, apakah Nabi Israil ‘alaihis salam ridha andaikan beliau masih hidup?!
    Allah ta’ala berfirman:

    وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا
    اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

    “Orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 58)

    Allah menyatakan, menyakiti orang mukmin biasa laki-laki maupun
    wanita sementara yang disakiti tidak melakukan kesalahan dianggap
    sebagai perbuatan dosa, bagaimana lagi jika yang disakiti adalah seorang Nabi yang mulia, tentu bisa dipastikan dosanya lebih besar dari pada sekedar menyakiti orang mukmin biasa.
    Satu hal yang perlu disadari oleh setiap muslim, penamaan negeri
    yahudi dengan Israil termasuk salah satu di antara sekian banyak
    konspirasi (makar) yahudi terhadap dunia. Mereka tutupi kehinaan nama asli mereka YAHUDI dengan nama Bapak mereka yang mulia Nabi Israil ‘alaihis

    salam
    . Karena bisa jadi mereka sadar bahwa nama YAHUDI telah
    disepakati jeleknya oleh seluruh dunia, mengingat Allah telah mencela nama ini dalam banyak ayat di Al-Qur’an.

    Kita tidak mengingkari bahwa orang-orang yahudi merupakan keturunan Nabi Israil ‘alaihis salam, akan tetapi ini bukan berarti
    diperbolehkan menamakan yahudi dengan nama yang mulia ini. Bahkan yang berhak menyandang nama dan warisan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan para nabi yang lainnya adalah kaum muslimin dan bukan yahudi yang kafir. Allah ta’ala berfirman:

    مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ
    حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
    “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan seorang Nasrani, akan
    tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.”
    (QS. Ali
    Imran: 67)

    إن أولى الناس بإبراهيم للذين اتبعوه وهذا النبي والذين آمنوا والله ولي
    المؤمنين
    “Sesungguhnya orang yang paling berhak terhadap Ibrahim ialah
    orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini, beserta orang-orang yang beriman, dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.”
    (QS. Ali Imran: 68)

    Semoga Allah memberikan taufik kepada kita dan seluruh kaum muslimin untuk mengucapkan dan melakukan perbuatan yang dicintai dan di ridai oleh Allah ta’ala.

    “Sedikitpun kami tidak berniat menghina Nabi Ya’qub ‘alaihis
    salam dalam penggunaan kalimat-kalimat ini sebaliknya, yang kami maksud adalah yahudi…”

    Barangkali ini salah satu pertanyaan yang akan dilontarkan oleh
    sebagian kaum muslimin ketika menerima nasihat ini. Maka jawaban singkat yang mungkin bisa kita berikan: Justru inilah yang berbahaya, seseorang melakukan sesuatu yang salah namun dia tidak sadar kalau dirinya sedang melakukan kesalahan. Bisa jadi hal ini tercakup dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas. Bukankah semua pelaku perbuatan bid’ah tidak berniat buruk ketika melakukan kebid’ahannya, namun justru inilah yang menyebabkan dosa perbuatan bid’ah tingkatannya lebih besar dari melakukan dosa besar.

    Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di
    Mekkah, Orang-orang musyrikin Quraisy mengganti nama Beliau shallallahu‘alaihi wa sallam dengan Mudzammam (manusia tercela) sebagai kebalikan dari nama asli Beliau Muhammad (manusia terpuji). Mereka gunakan nama Mudzammam ini untuk menghina dan melaknat Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam. misalnya mereka mengatakan; “terlaknat Mudzammam”, “terkutuk Mudzammam”, dan seterusnya. Dan Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merasa dicela dan dilaknat, karena yang dicela dan dilaknat orang-orang kafir adalah “Mudzammam” bukan “Muhammad”, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


    ألا تعجبون كيف يصرف الله عني شتم قريش ولعنهم يشتمون مذمماً ويلعنون
    مذمماً وأنا محمد


    “Tidakkah kalian heran, bagaimana Allah mengalihkan dariku celaan
    dan laknat orang Quraisy kepadaku, mereka mencela dan melaknat
    Mudzammam sedangkan aku Muhammad.”
    (HR. Ahmad & Al Bukhari)

    Meskipun maksud orang Quraisy adalah mencela Nabi shallallahu
    ‘alaihi wa sallam
    , namun karena yang digunakan bukan nama Nabi
    Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Beliau tidak
    menilai itu sebagai penghinaan untuknya. Dan ini dinilai Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam sebagai bentuk mengalihkan penghinaan terhadap dirinya. Oleh karena itu, bisa jadi orang-orang Yahudi tidak merasa terhina dan dijelek-jelekkan karena yang dicela bukan nama mereka namun nama Nabi Ya’qub ‘alaihis salam.

    Di samping itu, Allah juga melarang seseorang mengucapkan sesuatu yang menjadi pemicu munculnya sesuatu yang haram. Allah melarang kaum muslimin untuk menghina sesembahan orang-orang musyrikin, karena akan menyebabkan mereka membalas penghinaan ini dengan menghina Allah ta’ala. Allah berfirman:

    وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا
    اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

    “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa ilmu.” (QS. Al An’am: 108)

    Allah ta’ala melarang kaum muslimin yang hukum asalnya boleh atau bahkan disyari’atkan – menghina sesembahan orang musyrik – karena bisa menjadi sebab orang musyrik menghina Allah subhanahu wa ta’ala. Dan kita yakin dengan seyakin-yakinnya, tidak mungkin para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang menyaksikan turunnya ayat ini memiliki niatan sedikitpun untuk menghina Allah ta’ala. Maka bisa kita bayangkan, jika ucapan yang menjadi sebab celaan terhadap kebenaran secara tidak langsung saja dilarang, bagaimana lagi jika celaan itu keluar langsung dari mulut kaum muslimin meskipun mereka tidak berniat untuk menghina
    Nabi Israil ‘alaihis salam.

    Cuma sebatas istilah, yang pentingkan esensinya… bahkan para
    ulama’ memiliki kaidah “Tidak perlu memperdebatkan istilah.”

    Di atas telah dipaparkan bahwa menamakan negeri yahudi dengan Israil merupakan celaan terhadap Nabi Israil ‘alaihis salam, baik
    langsung maupun tidak langsung, baik diniatkan untuk mencela maupun tidak, semuanya dihitung mencela Nabi Israil ‘alaihis salam
    tanpa terkecuali. Dan kaum muslimin yang sejati selayaknya tidak
    meremehkan setiap perbuatan dosa atau perbuatan yang mengundang dosa. Karena dengan meremahkannya akan menyebabkan perbuatan yang mungkin nilainya kecil menjadi besar. Sebagaimana dijelaskan oleh sebagian ulama bahwa di antara salah satu penyebab dosa kecil menjadi dosa besar adalah ketika pelakunya meremehkan dosa kecil tersebut.

    Bahkan kita telah memahami bahwa mencela, menghina, melakukan tuduhandusta kepada seorang Nabi adalah dosa besar. Akankah hal ini kita anggap ini biasa?! Sekali lagi, akan sangat membahayakan bagi seseorang, ketika dia mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan murka Allah, sementara dia tidak sadar. Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi Allah. (QS. An-Nur: 15)

    Untuk kaidah “Tidak perlu memperdebatkan istilah”, kita tidak
    mengingkari keabsahan kaidah ini mengingat ungkapan tersebut merupakan kaidah yang masyhur di kalangan para ulama’. Akan tetapi maksud kaidah ini tidaklah melegalkan penamaan Yahudi dengan Israel. Karena kaidah ini berlaku ketika makna istilah tersebut sudah diketahui tidak menyimpang, sebagaimana yang dipaparkan oleh Abu Hamid Al Ghazali dalam bukunya Al Mustashfaa fi Ilmil Ushul.

    Istilah Israil untuk negeri yahudi telah menjadi konsensus
    (kesepakatan) dunia. Kita cuma ikut-ikutan…
    ***
    Lalu dengan apa kita menamai mereka?! Kita menamai mereka sebagaimana nama yang Allah berikan dalam Al-Qur’an, YAHUDI dan bukan ISRAEL. Dan sebagaimana disampaikan di atas, hendaknya setiap muslim membiasakan diri dalam menamakan sesuatu sesuai dengan yang Allah berikan. Hendaknya kita namakan orang-orang yang mengaku pengikut Nabi Isa ‘alahis salam dengan NASRANI bukan KRISTIANI, kita namakan hari MINGGU
    dengan AHAD bukan MINGGU, kita namakan shalat dengan SHALAT bukan SEMBAHYANG dan seterusnya selama itu bisa dipahami oleh orang yang diajak bicara, sebagai bentuk penghormatan kita terhadap syi’ar-syi’ar
    agama islam. Wallaahu waliyyut taufiiq…

    ***
    Penulis: Ammi Nur Baits

    Artikel www.muslim.or.
    id

      Waktu sekarang Fri Apr 19, 2024 11:31 pm