Forumnya LDK FARIS UG

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Bersama Anda Membangun Islam

Login

Lupa password?

Like/Tweet/+1

Latest topics

» Newbie!!... silahkan perkenalkan dirinya disini... ^^
[Bulughul Maram] Kitab Nikah EmptyMon Oct 24, 2011 5:09 am by raden galuh agung permana

» update forum 2
[Bulughul Maram] Kitab Nikah EmptyWed Sep 14, 2011 10:00 am by Admin

» Resep Kue Pernikahan
[Bulughul Maram] Kitab Nikah EmptySat Jun 04, 2011 12:42 pm by aisyah salimah

» Hidup Tak Kenal Kompromi
[Bulughul Maram] Kitab Nikah EmptySat Jun 04, 2011 11:54 am by aisyah salimah

» Rumah Dunia VS Akhirat
[Bulughul Maram] Kitab Nikah EmptySun May 22, 2011 11:59 pm by aisyah salimah

» Selamat Jalan Ibunda Tercinta
[Bulughul Maram] Kitab Nikah EmptySat May 21, 2011 3:48 pm by aisyah salimah

» Cara Youtube tanpa buffer tanpa software
[Bulughul Maram] Kitab Nikah EmptyTue May 10, 2011 8:16 pm by kholis

» tok tok tok...!
[Bulughul Maram] Kitab Nikah EmptyMon May 09, 2011 7:43 pm by santii

» catatan da'wah
[Bulughul Maram] Kitab Nikah EmptySat May 07, 2011 10:08 pm by nadiachya

Gallery


[Bulughul Maram] Kitab Nikah Empty

Top posting users this month

No user

Top posting users this week

No user

4 posters

    [Bulughul Maram] Kitab Nikah

    Abu_Azzam
    Abu_Azzam
    Jr. Member
    Jr. Member


    Jumlah posting : 96
    HP : 9
    Reputation : 0
    Registration date : 09.02.09
    Age : 44
    Lokasips.minggu

    [Bulughul Maram] Kitab Nikah Empty [Bulughul Maram] Kitab Nikah

    Post by Abu_Azzam Tue Feb 10, 2009 1:45 pm

    Bab
    Keutamaan, Adab dan Syarat Pernikahan
    Anjuran Untuk Menikah

    Hadits ke-1

    Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai segenap para muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu berkeluarga hendaklah ia kawin, karena ia lebih dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu, hendaklah berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." (Muttafaq 'Alaihi)

    Studi Sanad

    Hadits ini termasuk hadits yang paling sahih secara takhrij dan sanad. Secara takhrij, karena hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, sedangkan secara sanad karena hadits tersebut melewati jalur yang paling valid secara mutlak (Ashah Al Asanid), yaitu Sulaiman bin Mihran Al A'masy dari Ibrahim An-Nakha'i dari 'Alqamah bin Qais An-Nakha'i dari Abdullah bin Mas'ud. Silsilah sanad tersebut dinilai sebagai sanad terbaik, seperti silsilah sanad Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar.

    Imam Bukhari dan Nasa'i juga meriwayatkan hadits yang sama dari Al-A'masy dengan jalur yang berbeda, yaitu dari 'Ammarah bin 'Umair dari Abdurrahman bin Yazid. Sanad tersebut sahih. Jadi, Al-A'masy memiliki dua jalur dalam riwayat hadits ini.

    Sababul Wurud (Sebab Turunnya Hadits)

    Imam Bukhari dan Nasa'i meriwayatkan dari Al-A'masy, dia berkata: 'Ammarah dari Abdurrahman bin Yazid berkata: Aku bersama 'Alqamah pernah mendatangi Abdullah (Ibnu Mas'ud), lalu beliau (Ibnu Mas'ud) berkata: Dahulu kami adalah para pemuda yang tidak memiliki sesuatu apapun, lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Wahai segenap para muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, dst".

    Dalam riwayat Muslim: Aku (Abdurrahman bin Yazid) dan pamanku ('Alqamah) dan Al Aswad pernah mendatangi Abdullah bin Mas'ud. Beliau (Ibnu Mas'ud) berkata: "Pada saat itu aku masih seorang pemuda". Lalu beliau menyebutkan hadits itu, seolah-olah beliau menyebutkannya karena aku. Tak lama setelah itu pun aku menikah.

    Gharibul Hadits (Istilah-Istilah Asing)

    Ma'syar, artinya sekelompok atau segenap orang yang memiliki sifat tertentu, seperti segenap pemuda, segenap orang tua, segenap para nabi dan sebagainya.

    Syabab: bentuk plural (jamak) dari Syab, artinya para pemuda.
    Ba'ah, secara bahasa berarti jima' (bersenggama) kemudian dipakai untuk menyatakan akad nikah.
    Wija', artinya tameng. Orang yang berpuasa seolah-olah memiliki tameng yang dapat melindungi dirinya.

    Musykilul Hadits

    Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Muslim[1] mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai maksud dari kata Ba'ah dalam hadits tersebut. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud Ba'ah di sini adalah maknanya secara bahasa, yaitu jima'. Jadi bunyi hadits tersebut menjadi, "Barangsiapa di antara kalian telah mampu berjima', hendaklah ia menikah. Barangsiapa belum mampu berjima', hendaklah ia berpuasa untuk menahan syahwat dan air maninya, sebagaimana tameng yang menahan serangan".

    Jika yang dimaksud Ba'ah adalah jima', maka objek dari hadits tersebut adalah para pemuda yang memiliki hasrat yang besar terhadap lawan jenisnya.

    Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud Ba'ah adalah kemampuan seseorang untuk memberikan nafkah dan keperluan pernikahan. Jadi, bunyi haditsnya menjadi, "Barangsiapa di antara kalian telah mampu memberikan nafkah dan keperluan pernikahan, hendaklah ia menikah. Barangsiapa belum mampu memberikan nafkah dan keperluan pernikahan, hendaklah ia berpuasa untuk menahan syahwatnya".

    Makna dan Uslub

    Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengarahkan anjuran dan motivasi untuk menikah ini kepada para seluruh umatnya, khususnya para pemuda. Beliau bersabda, "Wahai segenap para pemuda". Kata "Ma'syar" yang berarti "segenap" menyiratkan makna kemanusiaan dan sosial yang menjadi ciri masyarakat Islam. Beliau tidak menggunakan kata lain seperti "Ya Ayyuha Syabab" misalnya, karena kata "Ma'syar" memiliki nuansa cinta dan kasih sayang dalam komunitas muslim. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Islam terhadap persoalan para pemuda, sehingga Islam memberikan perhatian yang khusus bagi mereka, yaitu anjuran untuk segera menikah bagi yang telah mampu.

    "Barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa". Beliau menggunakan kata "Alaihi" yang berarti "hendaklah" untuk menyatakan makna banyak. Artinya, "hendaklah ia memperbanyak berpuasa". Beliau tidak menggunakan kata "Fal Yashum" misalnya, yang berarti "berpuasalah", karena kata itu bermakna puasa yang sehari atau dua hari saja. Adapun kata "Alaihi Bishoum" bermakna memperbanyak berpuasa.

    Hadits tersebut di atas juga memberikan hikmah yang sangat penting dalam pernikahan, yaitu "karena ia lebih mampu menjaga pandangan dan lebih mampu memelihara kemaluan". Ini merupakan jaminan yang sangat penting bagi umat manusia yang ingin memelihara pandangan dan kemaluannya.

    Dalam hadits tersebut terdapat Shighat Tafdhil yaitu kata "Aghaddu" dan "Ahshonu" yang berarti "lebih mampu menundukkan" dan "lebih mampu memelihara" untuk menunjukkan tujuan daripada pernikahan, yaitu terpeliharanya pandangan dan kemaluan. Kata tersebut juga memberikan pemahaman bahwa keimanan memiliki kemampuan menundukkan dan memelihara sebagian pandangannya, sedangkan pernikahan memiliki kemampuan yang lebih besar dan kuat[2].

    Kemudian hadits tersebut juga memberikan pengarahan bagi para pemuda yang belum mampu melaksanakan pernikahan untuk memperbanyak berpuasa, karena puasa mampu menahan gejolak syahwat.

    Isntinbath (Hukum Fikih)

    Hadits di atas mengandung hukum-hukum yang sangat penting berkaitan dengan masalah sosial, di antaranya yaitu:

    Anjuran dan motivasi yang sangat kuat untuk menikah

    Secara lahir, hadits tersebut menunjukkan wajibnya menikah bagi yang telah mampu. Tentunya yang dimaksud mampu di sini sesuai dengan pengertian yang telah kita bahas di depan. Pendapat inilah yang diambil oleh para ulama dari kalangan Zhahiriyah[3] dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad[4].

    Sedangkan mayoritas (jumhur) ulama dan riwayat yang masyhur dalam mazhab Imam Ahmad mengatakan bahwa hukum menikah bagi yang telah mampu dalah sunnah, bukan wajib. Tentu saja dengan syarat ia mampu menahan dirinya dari perbuatan dosa (seperti zina, onani, masturbasi, dsb). Jika tidak, maka hukum menikah menjadi wajib baginya menurut kesepakatan seluruh ulama.

    Para ulama menjawab dalil Zhahiriyah dengan sabda Rasul, "Barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa". Jika berpuasa disunnahkan, maka menikah pun demikian, karena puasa adalah sebagai ganti dari menikah[5].

    Hukum menikah bagi setiap orang berbeda-beda sesuai kondisinya

    Berikut ini rinciannya:

    Wajib, bagi yang khawatir terjerumus ke dalam perbuatan dosa, sementara ia mampu menikah.
    Haram, bagi yang belum mampu berjima' dan membahayakan kondisi pasangannya jika menikah.
    Makruh, bagi yang belum membutuhkannya dan khawatir jika menikah justru menjadikan kewajibannya terbengkalai.
    Sunnah, bagi yang memenuhi kriteria dalam hadits di atas sedangkan ia masih mampu menjaga kesucian dirinya.
    Mubah, bagi yang tidak memiliki pendorong maupun penghalang apapun untuk menikah[6]. Ia menikah bukan karena ingin mengamalkan sunnah melainkan memenuhi kebutuhan bilogisnya semata, sementara ia tidak khawatir terjerumus dalam kemaksiatan.

    Akan tetapi penelitian menunjukkan bahwa poin terakhir ini hukumnya sunnah sebagaimana sebagian ulama mengambil pendapat ini berdasarkan hadits-hadits yang berisi anjuran untuk menikah secara mutlak.

    Qodhi Iyadh berkata: hukum menikah adalah sunnah bagi yang ingin menghasilkan keturunan meskipun ia tidak memiliki kecenderungan untuk berjima', berdasarkan hadits "Sesungguhnya aku merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian (umatku)" dan juga hadits-hadits yang secara lahir berisi anjuran untuk menikah.

    Hadits-hadits yang berisi anjuran untuk menikah ini sangatlah banyak sehingga semakin menguatkan perintah ditekankannya menikah bagi yang telah mampu meskipun ia masih dapat menjaga kesucian dirinya[7].

    Menikah merupakan solusi yang tepat dalam mencegah tersebarnya penyakit masyarakat, yaitu perzinahan, pemerkosaan, seks bebas dan lain sebagainya.

    Hadits tersebut juga menjadi renungan bagi para pemerhati masalah sosial agar memberikan perhatian yang serius kepada para pemuda, kerena mereka merupakan tulang punggung peradaban umat. Jika para pemuda di suatu komunitas baik, maka baiklah urusan mereka. Wallahu A'lamu Bishowab.

    [1] Syarah Muslim juz 5 hal. 173
    [2] Ibnu Daqiq Al 'Iid, Ihkam Al Ahkam juz 4 hal. 23
    [3] Al Muhalla juz 9 hal. 440-441
    [4] Fathul Bari juz 9 hal. 95
    [5] Fathul Bari juz 9 hal. 95; Syarah Nawawi juz 9 hal 173-174.
    [6] Ibnu Daqiq Al 'Iid, Al Ihkam 2/181; Ibnu Abidin: 2/358; Minahul Jalil: 2/322; Syarbini: 3/125; Al Mughni: 6/446
    [7] Lihat At Targhib wat Tarhib juz 3 hal. 34
    revoLUTHIon
    revoLUTHIon
    Senior Member
    Senior Member


    Jumlah posting : 243
    HP : 101
    Reputation : 3
    Registration date : 06.02.09
    Age : 37
    Lokasibekasi

    [Bulughul Maram] Kitab Nikah Empty Re: [Bulughul Maram] Kitab Nikah

    Post by revoLUTHIon Tue Feb 10, 2009 1:46 pm

    What a Face
    lauthfi
    lauthfi
    Jr. Member
    Jr. Member


    Jumlah posting : 51
    HP : 4
    Reputation : 0
    Registration date : 09.02.09
    Age : 43
    LokasiJakarta

    [Bulughul Maram] Kitab Nikah Empty Re: [Bulughul Maram] Kitab Nikah

    Post by lauthfi Tue Feb 10, 2009 1:49 pm

    wah siapa nih yg bujangan menyusul? dalil syar'i dah ada tinggal apalagi ya abu azzam ya? .... Smile
    andaleh
    andaleh
    Newbie
    Newbie


    Jumlah posting : 34
    HP : 2
    Reputation : 0
    Registration date : 10.02.09
    Age : 42

    [Bulughul Maram] Kitab Nikah Empty Re: [Bulughul Maram] Kitab Nikah

    Post by andaleh Tue Feb 17, 2009 3:51 pm

    dalil aisyah kali ya Very Happy (ngasal mode on)

    Sponsored content


    [Bulughul Maram] Kitab Nikah Empty Re: [Bulughul Maram] Kitab Nikah

    Post by Sponsored content


      Waktu sekarang Fri Nov 22, 2024 4:45 am